MEKANISME TERATOGENIK
Oleh:
TRI MARSIDAH
1202101010085
Kelas : B

Pendidikan Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
2015
1.
Pengertian
Teratogen adalah suatu obat atau zat yangmenyebabkan pertumbuhan janin yang
abnormal. Kata teratogen berasal daribahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang berarti
monster, dan ‘genesis’ yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan
sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhanyang menghasilkan monster.
Teratogenik
adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang dihasilkan dari
perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik
pada suatu organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen
diberikan setelah terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem
biokimia, maka efek teratogenik tidak akan terjadi Teratogenesis merupakan
pembentukan cacat bawaan.
2.
Mekanisme
Teratogenik
Kerentanan
terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa
yang paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia adalah masa
kehamilan minggu ketiga hingga kedelapan. Masing-masing sistem organ mempunyai
satu atau beberapa stadium kerentanan. Manifestasi perkembangan abnormal
tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen
bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan ringan yang sedang
berkembang untuk memulai patogenesis yang abnormal. Manifestasi perkembangan
abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan perkembangan, dan gangguan
fungsi (Anonimus, 2003).
Beberapa jenis zat kimia telah terbukti bersifat teratogen pada hewan coba.
Terdapat beberapa jenis mekanisme yang terlibat dalam efek teratogennya.
1.
Gangguan terhadap asam nukleat
Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi
dan transkripsi (suatu tahapan pembentukan DNA) asam nukleat, atau translasi
RNA, misalnya zat pengalkil, antimetabolit dan intercelating agents. Beberapa
zat kimia ini memang sudah aktif, sedangkan yang lainnya, misalnya aflatoksin
dan talidomid membutuhkan bioaktivasi.
2.
Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas
Teratogen tertentu dapat mempengaruhi
pasokan energi yang dipakai untuk metabolisme dengan cara langsung mengurangi
persediaan substrat (misalnya defisiensi makanan) atau bertindak sebagai analog
atau antagonis vitamin, asam amino esensial, dan lainnya. Selain itu hipoksia
dan penyebab hipoksia (CO, CO2) dapat bersifat teratogen dengan
mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang membutuhkan oksigen dan
mungkin juga dengan menyebabkan ketidakseimbangan osmolaritas. Hal ini dapat
menyebabkan edema atau hematoma, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
kelainan bentuk dan iskemia jaringan.
3.
Penghambatan enzim
Adanya penghambat enzim dapat menyebabkan
cacat karena mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui penghambatan
kerja suatu enzim. Akibatnya suatu organ mengalami ketidaksempurnaan dalam
penyusunannya, sehingga akan terlahir dalam keadaan cacat.
4.
Lainnya
Hipervitaminosis A dapat menyebabkan
kerusakan ultrastruktural pada membrane sel embrio hewan pengerat, suatu
mekanisme yang dapat menerangkan tertogenitas vitamin A. Faktor fisika yang
dapat menyebabkan cacat meliputi radiasi, hipotermia dan hipertermia, serta
trauma mekanik.
Banyak zat-zat kimia
terbukti bersifat teratogen pada hewan coba tetapi tidak pada manusia yang
mungkin disebabkan manusia kurang rentan dan tingkat pajanan yang tinggi pada
manusia. Efek teratogenik suatu zat kimia dapat muncul berupa tingkat
kebuntingan yang rendah, jumlah anak per induk yang berkurang dan ketahanan
hidup janin yang rendah (Frank, 1995).
Perkembangan tidak
normal dapat disebabkan oleh faktor genetik seperti mutasi dan aberasi serta
faktor lingkungan baik yang berasal dari obat, radiasi, infeksi, defisiensi dan
emosi. Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi asam nukleat
atau translasi RNA. Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang
digunakan untuk metabolisme dengan cara langsung mengurangi persediaan
substrat dan analog seperti glukosa, asam amino dan vitamin. Kondisi hipoksia
juga bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang
membutuhkan oksigen yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan osmolaritas.
Ketidakseimbangan ini meyebabkan odema yang pada gilirannya dapat menyebabkan
kelainan bentuk dan iskemia jaringan (Yatim, 1982; Poernomo, 1999).
Mekanisme terjadinya
efek teratogenik akibat obat-obat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mekanisme
kerja teratogen adalah sebagai berikut (Harbinson, 2001):
1.
Pemecahan kromosom
Pemecahan
kromosom dapat menyebabkan defisiensi atau penataulangan kromosom. Aberasi kromosom dapat disebabkan oleh virus, radiasi
atau senyawa kimia. Defisiensi kromosom biasanya bersifat
letal terhadap sel atau organisme dan kelebihan kromosom juga akan merusak sel.
2.
Mutasi
Merupakan
dasar cacat perkembangan yang merupakan perubahan urutan nukleotida pada DNA.
Informasi yang dikode pada DNA akan disalin dengan salah ke RNA dan protein. Bila berefek pada sel somatik maka tidak akan bersifat
turunan. Mutasi sel somatik pada awal sel embrionik dapat mempengaruhi sel yang
sedang berkembang, menyebabkan cacat struktur dan fungsi. Mutasi dapat
disebabkan radiasi, zat kimia, senyawa pengalkilasi dan faktor lain yang
menyebabkan pemecahan kromosom
3.
Gangguan mitosis
Gangguan mitosis disebabkan senyawa sitotoksik yang
menghambat sintesa DNA sehingga memperlambat miosis. Benang mitosis
gagal terbentuk
akibat senyawa kimia yang menggangu polimerasi tubulin kedalam kumparan
mikrotubula. Tanpa kumparan tersebut, kromosom tidak dapat memisah pada fase
anafase. Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh radiasi dosis tinggi atau
senyawa radiometrik.
4.
Kurang
prekusor dan substrat untuk biosintesa
Biosintesa akan berubah karena kurangnya zat makanan
tertentu. Adanya analog vitamin, asam amino tertentu, dan pirimidin dapat
menyebabkan metabolit yang tidak normal dalam biosintesa.
5.
Mengubah
integritas asam nukleat atau fungsinya
Hal ini dapat terjadi akibat penggunaan antibiotik dan
antineoplasma. Senyawa ini dapat mengganggu replikasi, transkripsi dan
translasi RNA. Gangguan translasi RNA dan sintesis protein merupakan mekanisme
teratogenitas senyawa sitotoksis. Senyawa yang dapat mengganggu sintesa protein
umumnya bersifat embriosida tapi dapat bersifat teratogenik.
6.
Suplai energi
Terganggunya suplai energi seperti kekurangan sumber
glukosa dapat mengganggu perkembangan fetus. Gangguan glikolisis oleh senyawa
iodo asetat dapat mengurangi penghasilan energi dan dapat menyebabkan kelainan
pada fetus dan kurangnya riboflavin dapat menyebabkan teratogenitas.
7.
Perubahan sifat membran
Perubahan sifat membran dapat menyebabkan
ketidakseimbangan osmolar. Hipervitaminosis
A dapat merusak membran seluler pada embrio rodensia.
8.
Fungsi enzimatis
Fungsi enzimatis ini penting untuk pertumbuhan dan
diferensiasi. Antagonis asam folat akan menghambat dehidrofolat reduktase dan
bersifat teratogenik. Asetazolamid menghambat karbonik anhidrase dan akan
mempengaruhi perkembangan fetus. Senyawa-senyawa teratogenik ini menghambat
enzim dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fetus.
Secara natural
cacat itu sulit dipastikan apa penyebabnya yang khusus. Mungkin sekali gabungan
atau kerja sama berbagai faktor genetis dan lingkungan. Secara experimental
dapat dibuat cacat dengan mempergunakan salah satu teratogen dan mengontrol
faktor lainnya. Proses kerja teratogen adalah sebagai berikut :
1.
Mengubah
kecepatan proliferasi sel
2.
Menghalangi
sintesa enzim
3.
Mengubah
permukaan sel sehingga agregasi tidak teratur
4.
Mengubah matrix
yang mengganggu perpindahan sel-sel
5.
Merusak organizer
atau daya kompetisi sel berespons (Yatim, 1994).
Kelainan teratogenik yang timbul ditentukan oleh tempat kerja (site of
action) dan tahap kerja (stage of action) dari perkembangan organ yang
dipengaruhi. Terdapat empat tingkatan aksi zat teratogen yaitu:
1.
aksi primer yang terjadi pada kompartemen intraseluler
(intracellular compartement) pada rangkaian interaksi antara inti dan
sitoplasma pada produksi metabolit yang khas dari sel tersebut.
2.
aksi primer terjadi karena kelainan dalam struktur dan
fungsi dari permukaan sel (cell surface).
3.
terjadi karena ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler
(celluler matrix).
4.
pada lingkungan janin (fetus environment)
ketidaknormalan pada tingkat organisme atau dalam hubungan feto-maternal.
Tahap kerja (Stage of Action) pada perkembangan organ tubuh, tahap ini
merupakan tahap perkembangan organ selama embriogenesis berupa rangkaian
tingkat yang berbeda-beda yang dikontrol dengan tepat. Pada tahap ini akan
terbentuk susunan jaringan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang spesifik
serta stadium pertumbuhan ini sangat peka terhadap faktor genetik maupun faktor
lingkungan. Perubahan pada tiap tahap pertumbuhan mempunyai kepekaan terhadap
teratogen yang berbeda. Perkembangan suatu organ meliputi kejadian-kejadian
yang dapat dibedakan menjadi : determinasi, proliferasi, organisasi seluler,
migrasi dan kematian morfologik sel (Yatim, 1982).
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad
Lukman, Epi. (2011). Teratologi.
[Online]. Tersedia: http://epyfkh.blog.unair.ac.id/category/teratologi/ [7 April 2013]
http://www.everythingessential.me/HealthConcerns/MuscularDystrophy.html
Yatim,
Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito: Bandung.
Casino Review | A $10 Casino Welcome Bonus! | Drmcd
BalasHapusCasino Casino 경상북도 출장안마 is offering $10 Welcome bonus 경주 출장샵 for new players who register an account at your Casino. No 삼척 출장샵 Deposit Required, 의정부 출장안마 and you 동두천 출장마사지