Sabtu, 16 Mei 2015

Toksikologi Veteriner


 
MEKANISME TERATOGENIK

Oleh:

TRI MARSIDAH
1202101010085
Kelas : B


Pendidikan Dokter Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
2015





1.              Pengertian
Teratogen adalah suatu obat atau zat yangmenyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata teratogen berasal daribahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang berarti monster, dan ‘genesis’ yang berarti asal. Jadi teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhanyang menghasilkan monster.

Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat organogenesis. Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak akan terjadi Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan.

2.      Mekanisme Teratogenik
Kerentanan terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium perkembangan saat paparan. Masa yang paling sensitif untuk menimbulkan cacat lahir pada manusia adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga kedelapan. Masing-masing sistem organ mempunyai satu atau beberapa stadium kerentanan. Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis dan lamanya paparan terhadap suatu teratogen. Teratogen bekerja dengan cara spesifik pada sel-sel dan jaringan ringan yang sedang berkembang untuk memulai patogenesis yang abnormal. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan perkembangan, dan gangguan fungsi (Anonimus, 2003).

Beberapa jenis zat kimia telah terbukti bersifat teratogen pada hewan coba. Terdapat beberapa jenis mekanisme yang terlibat dalam efek teratogennya.
1.              Gangguan terhadap asam nukleat
Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi (suatu tahapan pembentukan DNA) asam nukleat, atau translasi RNA, misalnya zat pengalkil, antimetabolit dan intercelating agents. Beberapa zat kimia ini memang sudah aktif, sedangkan yang lainnya, misalnya aflatoksin dan talidomid membutuhkan bioaktivasi.


2.              Kekurangan pasokan energi dan osmolaritas
Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang dipakai untuk metabolisme dengan cara langsung mengurangi persediaan substrat (misalnya defisiensi makanan) atau bertindak sebagai analog atau antagonis vitamin, asam amino esensial, dan lainnya. Selain itu hipoksia dan penyebab hipoksia (CO, CO2) dapat bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang membutuhkan oksigen dan mungkin juga dengan menyebabkan ketidakseimbangan osmolaritas. Hal ini dapat menyebabkan edema atau hematoma, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan.
3.              Penghambatan enzim
Adanya penghambat enzim dapat menyebabkan cacat karena mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui penghambatan kerja suatu enzim. Akibatnya suatu organ mengalami ketidaksempurnaan dalam penyusunannya, sehingga akan terlahir dalam keadaan cacat.
4.              Lainnya
Hipervitaminosis A dapat menyebabkan kerusakan ultrastruktural pada membrane sel embrio hewan pengerat, suatu mekanisme yang dapat menerangkan tertogenitas vitamin A. Faktor fisika yang dapat menyebabkan cacat meliputi radiasi, hipotermia dan hipertermia, serta trauma mekanik.

Banyak zat-zat kimia terbukti bersifat teratogen pada hewan coba tetapi tidak pada manusia yang mungkin disebabkan manusia kurang rentan dan tingkat pajanan yang tinggi pada manusia. Efek teratogenik suatu zat kimia dapat muncul berupa tingkat kebuntingan yang rendah, jumlah anak per induk yang berkurang dan ketahanan hidup janin yang rendah (Frank, 1995).

Perkembangan tidak normal dapat disebabkan oleh faktor genetik seperti mutasi dan aberasi serta faktor lingkungan baik yang berasal dari obat, radiasi, infeksi, defisiensi dan emosi. Banyak zat kimia mempengaruhi replikasi dan transkripsi asam nukleat atau translasi RNA. Teratogen tertentu dapat mempengaruhi pasokan energi yang digunakan untuk metabolisme dengan cara langsung  mengurangi persediaan substrat dan analog seperti glukosa, asam amino dan vitamin. Kondisi hipoksia juga bersifat teratogen dengan mengurangi oksigen dalam proses metabolisme yang membutuhkan oksigen yang dapat mengakibatkan  ketidakseimbangan osmolaritas. Ketidakseimbangan ini meyebabkan odema yang pada gilirannya dapat menyebabkan kelainan bentuk dan iskemia jaringan (Yatim, 1982; Poernomo, 1999).

Mekanisme terjadinya efek teratogenik akibat obat-obat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mekanisme kerja teratogen adalah sebagai berikut (Harbinson, 2001):
1.              Pemecahan kromosom
Pemecahan kromosom dapat menyebabkan defisiensi atau penataulangan kromosom. Aberasi kromosom dapat disebabkan oleh virus, radiasi atau senyawa kimia. Defisiensi kromosom biasanya bersifat letal terhadap sel atau organisme dan kelebihan kromosom juga akan merusak sel.
2.              Mutasi
Merupakan dasar cacat perkembangan yang merupakan perubahan urutan nukleotida pada DNA. Informasi yang dikode pada DNA akan disalin dengan salah ke RNA dan protein. Bila berefek pada sel somatik maka tidak akan bersifat turunan. Mutasi sel somatik pada awal sel embrionik dapat mempengaruhi sel yang sedang berkembang, menyebabkan cacat struktur dan fungsi. Mutasi dapat disebabkan radiasi, zat kimia, senyawa pengalkilasi dan faktor lain yang menyebabkan pemecahan kromosom
3.              Gangguan mitosis
Gangguan mitosis disebabkan senyawa sitotoksik yang menghambat sintesa DNA sehingga memperlambat miosis. Benang mitosis  gagal terbentuk akibat senyawa kimia yang menggangu polimerasi tubulin kedalam kumparan mikrotubula. Tanpa kumparan tersebut, kromosom tidak dapat memisah pada fase anafase. Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh radiasi dosis tinggi atau senyawa radiometrik.
4.              Kurang prekusor dan substrat untuk biosintesa
Biosintesa akan berubah karena kurangnya zat makanan tertentu. Adanya analog vitamin, asam amino tertentu, dan pirimidin dapat menyebabkan metabolit yang tidak normal dalam biosintesa.
5.              Mengubah integritas asam nukleat atau fungsinya
Hal ini dapat terjadi akibat penggunaan antibiotik dan antineoplasma. Senyawa ini dapat mengganggu replikasi, transkripsi dan translasi RNA. Gangguan translasi RNA dan sintesis protein merupakan mekanisme teratogenitas senyawa sitotoksis. Senyawa yang dapat mengganggu sintesa protein umumnya bersifat embriosida tapi dapat bersifat teratogenik.
6.              Suplai energi
Terganggunya suplai energi seperti kekurangan sumber glukosa dapat mengganggu perkembangan fetus. Gangguan glikolisis oleh senyawa iodo asetat dapat mengurangi penghasilan energi dan dapat menyebabkan kelainan pada fetus dan kurangnya riboflavin dapat menyebabkan teratogenitas.
7.              Perubahan sifat membran
Perubahan sifat membran dapat menyebabkan ketidakseimbangan osmolar. Hipervitaminosis A dapat merusak membran seluler pada embrio rodensia.
8.              Fungsi enzimatis
Fungsi enzimatis ini penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi. Antagonis asam folat akan menghambat dehidrofolat reduktase dan bersifat teratogenik. Asetazolamid menghambat karbonik anhidrase dan akan mempengaruhi perkembangan fetus. Senyawa-senyawa teratogenik ini menghambat enzim dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fetus.

Secara natural cacat itu sulit dipastikan apa penyebabnya yang khusus. Mungkin sekali gabungan atau kerja sama berbagai faktor genetis dan lingkungan. Secara experimental dapat dibuat cacat dengan mempergunakan salah satu teratogen dan mengontrol faktor lainnya. Proses kerja teratogen adalah sebagai berikut :
1.      Mengubah kecepatan proliferasi sel
2.      Menghalangi sintesa enzim
3.      Mengubah permukaan sel sehingga agregasi tidak teratur
4.      Mengubah matrix yang mengganggu perpindahan sel-sel
5.      Merusak organizer atau daya kompetisi sel berespons (Yatim, 1994).

Kelainan teratogenik yang timbul ditentukan oleh tempat kerja (site of action) dan tahap kerja (stage of action) dari perkembangan organ yang dipengaruhi.  Terdapat empat tingkatan aksi zat teratogen yaitu:
1.      aksi primer yang terjadi pada kompartemen intraseluler (intracellular compartement) pada rangkaian interaksi antara inti dan sitoplasma pada produksi metabolit yang khas dari sel tersebut.
2.      aksi primer terjadi karena kelainan dalam struktur dan fungsi dari permukaan sel (cell surface).
3.      terjadi karena ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler (celluler matrix).
4.      pada lingkungan janin (fetus environment) ketidaknormalan pada tingkat organisme atau dalam hubungan feto-maternal.

Tahap kerja (Stage of Action) pada perkembangan organ tubuh, tahap ini merupakan tahap perkembangan organ selama embriogenesis berupa rangkaian tingkat yang berbeda-beda yang dikontrol dengan tepat. Pada tahap ini akan terbentuk susunan jaringan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang spesifik serta stadium pertumbuhan ini sangat peka terhadap faktor genetik maupun faktor lingkungan. Perubahan pada tiap tahap pertumbuhan mempunyai kepekaan terhadap teratogen yang berbeda. Perkembangan suatu organ meliputi kejadian-kejadian yang dapat dibedakan menjadi : determinasi, proliferasi, organisasi seluler, migrasi dan kematian morfologik sel (Yatim, 1982).





















DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Lukman, Epi. (2011). Teratologi. [Online]. Tersedia: http://epyfkh.blog.unair.ac.id/category/teratologi/ [7 April 2013] 
http://www.everythingessential.me/HealthConcerns/MuscularDystrophy.html
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embryologi. Penerbit Tarsito: Bandung.




1 komentar:

  1. Casino Review | A $10 Casino Welcome Bonus! | Drmcd
    Casino Casino 경상북도 출장안마 is offering $10 Welcome bonus 경주 출장샵 for new players who register an account at your Casino. No 삼척 출장샵 Deposit Required, 의정부 출장안마 and you 동두천 출장마사지

    BalasHapus